Sekadau, Kalbar, IndoTimeNews.com Hakim Pengadilan Negeri Sanggau melakukan pengecekan lokasi atau tanah yang disengketakan antara PT. Agro Plankan Lestari (APL) Vs Rudy.
Hakim Pengadilan Negeri Sanggau melakukan pengecekan ke lokasi yang di klaim PT.APL di HGU ( Hak Guna Usaha ) No 17 dan 19 Desa Seberang Kapuas, Kabupaten Sekadau, Kalbar, pada hari Rabu 11 Januari 2023.
Pengecekan lokasi yang dilakukan dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Sanggau Haklainul Dunggio, S.H., M.H.,
turut hadir dalam pengecekan tersebut GM PT. APL Yos didampingi Manager PT. APL Putut serta sejumlah karyawan dan kuasa hukum PT. APL Herman HM, S.H., M.H., bersama Partner yang juga selaku kuasa hukum penggugat
dan turut hadir Rudy pihak tergugat yang didampingi oleh kuasa hukum
Fransiskus, S.H., dan partner sebagai pengacara tergugat,
serta turut hadir BPN Sekadau dalam pengecekan lokasi tersebut.
Haklainul Dunggio, S.H., M.H., kepada Media ini mengatakan pihaknya hanya melakukan pengecekan ke lokasi yang disengketakan untuk mengetahui kebenaran atas lahan yang disengketakan oleh tergugat dan penggugat.
“Pengecekan ke lokasi yang disengketakan untuk mengetahui kebenaran atas lahan yang disengketakan oleh tergugat dan penggugat. Mengenai pembuktian pembuktiannya nanti pada saat persidangan yang akan digelar pada tanggal 18 Januari 2023 di Pengadilan Negeri Sanggau,” ucap Dunggio.
Lebih lanjut Haklainul Dunggio mengatakan selain itu juga mengingatkan kepada pihak PT.APL selaku pihak penggugat untuk sidang yang akan datang supaya bisa menghadirkan saksi-saksinya .
Herman HM, S.H., M.H., selaku kuasa hukum atau pengacara dari pihak PT. APL selaku penggugat saat diminta konfirmasi dan keterangannya hanya di jawab dengan singkat dengan mengatakan PT. APL hanya menggugat atas adanya gangguan saat akan mendirikan bangunan pabrik (PKS).
Kuasa hukum Rudy, Fransiskus membantah kliennya menggangu pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dilakukan PT Agro Plankan Lestari (APL) di Desa Seberang Kapuas, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar dan menyebar berita bohong di masyarakat.
“Atas gugatan yang diajukan PT APL terhadap klien kami, dan telah mengajukan eksepsi dan jawaban dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sanggau. Pada pokoknya klien kami sama sekali tidak pernah mengganggu PT. APL membangun PKS maupun menyebarkan berita bohong di masyarakat sebagaimana dinyatakan PT. APL sebelumnya dalam gugatannya,” kata Fransiskus.
Dikatakan dia, dari gugatan PT APL tidak diuraikan dan digambarkan secara jelas bagaimana perbuatan kliennya dalam mengklaim lahan pembangunan PKS sehingga menyebabkan terganggunya proses pembangunan PKS tersebut. Kemudian apa isi berita bohong dan bagaimana cara kliennya menyebarkan berita bohong tersebut di masyarakat. Fransiskus menyatakan, mengenai tindakan kliennya yang mengajukan pengaduan terhadap PT APL ke Polres Sekadau berkenaan dengan penyerobotan tanah merupakan hak kliennya yang mengalami dan mengetahui adanya tindak pidana tersebut.
“Pengaduan tersebut dimaksudkan untuk memulihkan kerugian yang diderita klien kami. Karena PT. APL membangun perkebunan kelapa sawit, tapak bangunan PKS, infrastruktur dan fasilitas umum di atas tanah milik klien kami,” ucap Fransiskus.
Terkait apakah perbuatan yang dilaporkan kliennya tersebut memenuhi syarat bukti untuk dilakukan penyidikan dan penuntutan, Fransiskus menyebut, merupakan hak sepenuhnya dari penyidik Polres Sekadau dan Kejari Sekadau selaku penuntut umum untuk menilainya, serta apakah memenuhi unsur delik merupakan hak sepenuhnya dari pengadilan untuk menilainya.
“Sehingga adanya pengaduan tersebut tidak dapat dijadikan dasar bagi PT. APL untuk menggugat klien kami. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum dari yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Dengan demikian Gugatan PT APL niscaya tidak dapat diterima,” ujar Fransiskus.
Fransiskus mengungkapkan, kliennya mengajukan pengaduan ke Polres Sekadau berkenaan dengan penyerobotan tanah yang dimiliki, diserahkan dan dikuasakan kepada kliennya, yang didasarkan pada bukti-bukti kepemilikan berupa beberapa sertifikat hak milik yang diterbitkan tahun 1977, sekitar 45 tahun lalu oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sanggau.
“Sertifikat tersebut terdaftar atas nama ibu, paman dan bibi klien kami dan pihak ketiga lainnya, yang telah diserahkan dan dikuasakan secara notarial kepada klien kami. Bukti-bukti penguasaan atas tanah tersebut yang ada pada klien kami diketahui dan diregister oleh Kades Seberang Kapuas,” jelasnya.
Sedangkan sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor: 17 dan SHGU Nomor: 19 tertanggal 22 Januari 2009 dan terdaftar atas nama PT. APL, menurut Fransiskus, baru diterbitkan setelah terbentuknya Kabupaten Sekadau.
“Bukti-bukti surat tersebut dan saksi-saksi telah dihadirkan klien kami ke hadapan penyidik Polres Sekadau. Dan terhadap penyelidikan atas pengaduan klien kami tentunya telah dikonfirmasi oleh PT. APL kepada penyidik pada saat PT. APL dimintai keterangan,” katanya.
Menurut Fransiskus, SHGU Nomor:17 dan SHGU Nomor:19 yang diterbitkan tersebut dan belakangan diketahui berada di atas tanah yang dimiliki, diserahkan dan dikuasakan kepada kliennya, justru menimbulkan kekhawatiran pihak PT. APL bahwa kedua SHGU tersebut palsu (valselijk opmaken) atau dipalsukan, tidak sesuai dan bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.
“Karena riwayat perolehan, penguasaan, pemilikan tanah dari Aliang yang menyerahkan tanah kepada PT. APL mengandung pemalsuan atas hak, batas-batas tanah dan saksi-saksi dari penyerahan lahan dan serah terima lahan dari Aliang kepada PT. APL adalah tidak jelas atau tidak ada,” katanya.
Selain itu, Fransiskus mengungkapkan, surat permohonan sebagai peserta program kemitraan yang diajukan oleh Aliang kepada PT. APL, penyerahan lahan, survei, pengukuran lahan dan serah terima lahan dari Aliang kepada PT. APL dilakukan pada tanggal yang sama, yakni tanggal 19 Agustus 2006. Proses tersebut hanya dilakukan dalam satu hari, sementara luas lahan adalah kurang lebih 106,034 hektar, sehingga bertentangan dengan akal sehat (common sense). Kemudian nama T. Betung dan Sungai yang menjadi saksi penyerahan dan serah terima lahan antara Aliang dengan PT. APL, dikatakan dia, tidak terdaftar dalam data kependudukan atau warga Desa atau Dusun dan tidak pernah ada nama kedua orang tersebut.
“Jadi terhadap penyelidikan atas pengaduan klien kami, PT. APL khawatir terjadi pengembangan penyidikan dan penuntutan dengan obyek delik pemalsuan surat yang menjadi dasar diterbitkannya kedua SHGU tersebut. Sehingga menimbulkan urgensi bagi PT. APL, mengajukan gugatan perkara a quo sebagai manuver yuridis untuk mempersiapkan penangguhan penyidikan dan penuntutan atas pengaduan yang diajukan klien kami hingga terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap gugatan a quo (prejudicial geschil),” kata Fransiskus.
Ia menambahkan, karena bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan atas tanah yang ada pada kliennya diterbitkan lebih dahulu dari pada kedua SHGU tersebut, membuat PT APL tidak mengajukan gugatan kepemilikan terhadap kliennya karena khawatir dengan gugatan rekonpensi dari kliennya yang menuntut pembatalan kedua SHGU tersebut.“Perlu kami sampaikan bahwa PT. APL telah menghentikan dan merubah letak titik pembangunan PKS. Ini menunjukkan bahwa PT. APL menyadari bahwa kedua SHGU yang diterbitkan tersebut mengandung pemalsuan. Dan klien kami mereservir haknya untuk mengajukan gugatan kepemilikan terhadap PT. APL atas perkebunan kelapa sawit, tapak bangunan PKS, infrastruktur, fasilitas umum yang dibangun di atas tanah milik klien kami tersebut,” tutupnya.
(Libertus)