Pontianak Kalbar, IndoTimeNews.com – Dalam rangka meningkatkan inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Kalimantan Barat, menyelenggarakan kompetisi inovasi bagi Aparat Sipil Negara (ASN).
Agenda pemkot ini cukup bagus dalam rangka memotivasi ASN untuk membuat dan meningkatkan inovasi, cuma sangat di sayangkan pemkot terkesan tidak memanami suasana kebatinan ASN dan persoalan birokrasi yang ada.
Seharusnya para petinggi di pemkot memahami terlebih dahulu persoalan dan suasana kebatinan ASN di lingkungan Pemkot, jadi menurut “Saya ucap Dr Herman Hofi Munawar, agenda pemkot ini tidak akan ada manfaatnya sama sekali, dan hanya wasting time dan wasting money,” ungkapnya, Kamis (19/9/2024).
” Banyak persoalan birokrasi di pemkot Pontianak yang perlu di benahi terlebih dahulu, Pemkot sangat kering dengan inovasi kalau dapat penghargaan inovasi terbaik saya jadi heran apanya yang terbaik.?,” terangnya.
Produk inovasi apa yang sudah di hasilkan oleh pemkot Pontianak, tentunya kita sepakat bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pelayanan publik.
Maka aparatur pemerintahan dalam semua Levelnya wajib melakukan inovasi sesuai dengan tuntutan zaman, oleh sebab itu pemkot sangat penting untuk terus melakukan berbagai inovasi.
Hal ini menjadi sangat penting sebab inovasi menjadi kunci dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, sekaligus sebagai kunci untuk memenangkan persaingan.
Oleh karena itu jika instansi pemerintah dalam semua level baik pusat maupun pemda tidak berinovasi, maka dapat di pastikan akan sulit memenuhi ekspektasi publik yang kian hari semakin menigkat, persoalan inovasi ini harusnya menjadi budaya yang tumbuh di birokrasi saat ini.
Birokrasi juga tidak boleh statis, birokrasi juga tidak terjebak pada comfort zone, yang akan menurunkan produktifitas, penyakit ASN kita ini adalah penyakit comfort zone.
Birokrasi tentunya sebagai instansi pemerintah yang menyadari betul, bahwa inovasi pelayanan publik dalam berbagai bentuk sangat urgen karena hal ini merupakan jantungnya pelayanan publik.
Harusnya membuat masyarakat semakin mempermudahkan mengakses dalam berbagai sektor, namun saat ini kondisi birokrasi semakin tidak bergairah dalam berinovasi.
Mengapa ASN tidak bergairah untuk berinovasi, di karenakan penegakan hukum kita yang terkesan out of context. Sehingga ASN tidak mau mengambil resiko, ketika ada semangat, ada saja pihak-pihak tertentu yang mencari-cari kesalahan dan menjadi persoalan hukum, sementara pimpinan tidak memberikan perlindungan hukum, korpri sebagai organisasi ASN tidak ada fungsinya sama sekali.
Kita tentu sepakat bahwa Penegakan hukum merupakan hal yang sangat peting, sebagai instrument kontrol, tampa adanya kontrol, kekuasaan akan cendrung menyimpang dan tentu saja penegakan hukum harus sesuai dengan kaidah hukum, bukan penegakan hukum yang cendrung “emosional”.
Persoalan hukum yang terjadi saat ini semakin lama semakin kompleks, sebagian justru berada di luar nalar manusia normal dan out of contex.
Ada hal-hal yang seharusnya dapat di selesaikan melalui pendekatan non-pidana, tapi justru di cari-cari judulnya agar bisa di lakukan melalui jalur pidana, bahkan persoalan kesalahan administrasi ditarik-tarik pada ranah pidana.
Kita melihat seolah-olah hukum pidana itu bukan lagi sebagai ultimum remedium, dicari-cari pasalnya agar masuk pidana, ultimum remedium adalah pandangan yang menempatkan hukum pidana sebagai sarana terakhir menyelesaikan persoalan hukum sehingga sudah tidak dipandang lagi.
Kondisi seperti ini memperlemah kerja birokrasi, di tambah lagi karena lemahnya bagian hukum pemkot dan lemahnya kinerja APIP kota pontianak.
Hukum saat ini cenderung emosional, tidak rasional, jadi penegakan hukum bercampur aduk dengan kepentingan politik dan kapitalisme, semakin memperburuk keadaan karena sekedar untuk mengejar target, hingga penegakan hukum juga kadang melanggar ketentuan yang formal.
Aparat penegak hukum tidak ingin bahkan tidak suka diganggu oleh elemen kritis yang sering melayangkan kritik, dari berbagai latar belakang.
Birokrasi sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan menjadi lemah semangat, sehingga mereka tidak mau di jadikan korban, birokrasi kita hanya bekerja standar-standar saja, bahkan ada yang di bawah standar.
Kepala daerah harusnya segera mencari solusi atas masalah ini. Bukankah setiap pemda ada forkopimdanya? Mengapa tidak di jadikan isu dalam pertemuan dengan forkopimda,” tukas Hofi Munawar.